Anggaplah saya sedang menggelar kanvas kosong. Saya mulai membagikannya dalam tiga kolom.
Pada garis datar yang membatasi sepertiga kanvas ke atas, saya melukis gedung-gedung pencakar langit dengan cat putih; ada yang pendek, tinggi, gemuk, kecil, dan besar dan semuanya berkotak-kotak. Sisanya saya warnai biru: langit.
Saya turunkan kuas ke sepertiga kanvas bagian tengah. Saya gambarkan moncong-moncong kapal layar kecil dengan tiang menjulang di tengahnya, menghadap saya. Kapal yacht berjejer, juga warna putih. Sisanya gelombang-gelombang laut berwarna biru agak gelap.
Pada sepertiga kanvas di bawah, saya buat semacam pagar beton secara zoom in, sehingga lantai yang dibatasinya tidak tampak. Di beton itu, saya lukiskan 5 ikon. Sebelum saya ukir ikon, lebih dulu saya semburkan warna kuning keemasan di dua kolom sebelumnya. Sinar matahai senja, bahkan menjilati tampuk pagar beton. Baru saya memulai ikonnya. Hasilnya dapat Anda lihat pada foto berikut.
Ya, itulah beberapa peraturan di sekitar Teluk Philip. Dipasang pada pembatas dermaga yang panjang sekitar 200 meter itu. Semua pengunjung hari itu pun sangat taat. Tidak ada yang berenang, nyemplung, menyelam, menaiki boat kecuali pasangan pengantin yang melangsungkan pernikahan di ujung dermaga sana.
Laporan perjalanan saya dengan angle berbeda bisa dibaca di Phinemo.com: 5 Hal Romantis yang Bisa Kamu Lakukan saat Senja di Pantai Saint Kilda.
Sebelum ke dermaga itu, saya juga menyusuri garis Pantai Saint Kilda. Kawanan camar laut berbaur dengan pengunjung. Ramai, meskipun bukan musim panas. Ada yang foto-foto, mandi, jalan santai sambil menderet anjing berbulu lebat, hingga beberapa lelaki yang menunjukkan kebolehannya bermain kitesurfing (selancar layang-layang).
Menjejakkan sepatu—kebanyakan orang memang kenakan sepatu sebab sudah mendekati musim dingin—di pasir Pantai Saint Kilda tidak membuat saya membandingkan dengan salah satu pantai yang ada di Indonesia. Ya, tidak sama, atau saya yang masih kurang menjamahi pantai-pantai di kampung sendiri.
Namun, suasananya benar-benar nyaman. Masing-masing saling menikmati. Tanpa keributan.
Keramaian justru bertambah di dermga, ketika menjelang senja. Tiang-tiang kapal yacht menjadi lanskap langit jingga yang anggun, membingkai bulan yang terbenam perlahan. Saint Kilda Pier Kiosk di tikungan dermga riuh oleh sorakan pesta pernikahan sejumlah pasangan pengantin dan hadirin. Di permukaan teluk, kawanan camar saling rebutan ikan. Larut dalam keindahan sore itu.
Pantai Saint Kilda merupakan objek wisata pantai terdekat dari Pusat Kota Melbourne. Hanya 30 menit naik tram jurusan jurusan Saint Kilda, hari itu saya naik tram Route 3a dari Lygon Street, Carlton. Tak ada kutipan biaya apapun untuk menikmati pantai tersebut.[]
Writer: Makmur Dimila
Berjalanlah… dan ceritakan pengalamanmu 🙂