Dua hari menjelang puasa Ramadhan 1436 hijriah, saya berangkat ke Paris van Java. Saya akan mendokumentasikan sidang tindak pidana korupsi di Pengadilan Negeri Bandung keesokan. Sekaligus, jalan-jalan!
Dari Cinere, Depok, saya menggunakan mobil travel dengan biaya Rp 75 ribu. Perbukitan dan sawah bertingkat-tingkat, berjejer di kiri dan kanan jalan tol yang dilalui sopir. Saya juga penasaran, bagaimana wajah Smart City-nya Ridwan Kamil itu.
“Wilujeng sumping peserta Konferensi Asia Afrika.”
Bunyi itu tercetak di poster yang ditempel di pilar-pilar jalan tol saat memasuki Kota Bandung. Kalimat ucapan selamat datang tercetak di bawah wajah-wajah penduduk lokal yang tersenyum. Poster-poster sisa pagelaran Konferensi Asia Afrika bulan sebelumnya.
Pepohonan tumbuh di sela-sela kota. Sejuk. Saya naik angkot putih tujuan Terminal Dago dari Dipati Ukur. Selanjutnya pindah ke angkot biru tujuan Jalan Tubagus Ismail. Dalam kedua angkot itu, saya tak merasa pengap sebagaimana di Jakarta-Depok. Adem, seperti cewek-cewek Bandung yang bening, katanya.
Dari jalan raya, tanya-tanya alamat Lotus Hotel, saya berhasil melalui gang. Menyusuri jalan lorong yang menanjak. Dengan suara air jatuh di lembah sana, di balik perumahan. Saya melihat akomodasi Dago’s Hill, SD Salman Al Farisi, dan… Lotus!
Restoran di kiri. Mirip kedai-kedai tradisional berkonstruksi kayu dan bambu. Danau kecil di kanan. Tanaman lotus mengapung di berbagai sisi kolam itu. Ada beberapa gazebo di timur kolam. Saya mendongak, hotel berlantai empat.
Resepsionisnya, seorang gadis, dan bening. Aduh, saya tak bisa menuliskan bagaimana lembut suaranya. Lekas saja saya tunjukkan voucher penginapan yang saya booking di Traveloka semalam.
Saya dapat harga promo Rp 194.883,00 untuk standard single room. Murah dong!
Kamar 201, di lantai 2, menghadap danau lagi. Di dalam kamar, satu ranjang tidur, menghadap TV LCD kecil dan cermin meninggi di sisinya. Di sisi bed, kamar mandi dengan shower dan toilet. Di luar kamar mandi, ada lemari kecil yang cukup untuk saya taruh pakaian, perlengkapan dokumentasi seperti DSLR dan tripod. Di mejanya, ada air dengan pemasaknya untuk saya bikinkan kopi sendiri.
Sadar cuma punya waktu semalam, saya keluar sore. Jalan-jalan ke Taman Film di bawah Jembatan Surapati, salah satu ikonnya Kota Bandung. Anak-anak, remaja, bahkan yang berpasangan, duduk di tribun melengkung terbuat dari beton, yang telah disediakan. Sementara di depan layar selebar–mungkin–3 x 4 meter itu, diputar film Dono Kasino Indro.
Saya menghabiskan malam di kota dingin ini, di jajanan yang dibuat pemuda kreatif Bandung. Ayam Herbal dan Kue Cubit, tak jauh dari mulut gang untuk kembali ke Lotus Hotel.
Kuet Cubit dengan nama gaulnya Cub’s adalah bolu-bolu kecil dengan banyak rasa. Coklat, keju, susu, mint, dan lainnya. Ada warna hijau, kuning, coklat, dan merah.
https://instagram.com/p/3_k3uAjKpq/?taken-by=makmurdimila
Sedangkan Ayam Herbal saya makan di saung hotel sambil menikmati indahnya lampu hias di halamannya. Sebenarnya ayam goreng biasa, hanya ayamnya yang tidak biasa. Daging ayam didatangkan khusus dari Peternakan Ayam Herbal, ayam yang pakannya itu terbuat dari bahan-bahan organik.
Di depan saya, cahaya dari kamar-kamar memantul ke permukaan danau. Suara air mengalir bergemuruh dari balik lembah. Malam yang sempurna. Tapi tidak sebegitu sempurna, karna saya sendirian.[]
Writer: Makmur Dimila
Berjalanlah… dan ceritakan pengalamanmu 🙂