Rentak Selangor Nafas Melayu

Cover Rentak Selangor 2016

Negeri Selangor bukan hanya saksi bagi masyhurnya Wilayah Persekutuan Kuala Lumpur. Ia tak cuma untuk shopping, menonton MotoGP, atau berfoto di Menara Kembar Petronas. Saya melihat banyak atraksi lainnya: Rentak Selangor.

rentak, ialah, seni tari dan musik dalam Bahasa Melayu. —

Pada hari pertama kegiatan “Rentak Selangor, Nafas Nadi Bumi Kami”, saya menemukan diri saya di desa budaya dan agrowisata di antara perkebunan sawit, karet, dan hutan produksi. Namanya Homestay Banghuris.

Banghuris, singkatan dari tiga kampung di Sepang: Kampung Bukit Bangkong, Kampung Hulu Chuchuh, dan Kampung Hulu Huris. Tiga kampung ini memilki atraksinya masing-masing.

Di Kampung Hulu Chuchuh, kami disambut oleh grup seni tradisional Cempuling Cendana Klasik dari halaman rumah bernuansa Melayu.

Tamu Famtrip Rentak Selangor dimuliakan dengan memukul kompang (rebana).

Saya lalu masuk ke kompleks rumah warga milik Hajjah Misriah binti Natijo. Salah satu dari puluhan homestay di kompleks Homestay Banghuris.

Rumah-rumah panggung, khas Melayu, seperti yang orang Indonesia saksikan di serial animasi Upin-Ipin. Cukup asri.

Pada homestay ini pula, acara Rentak Selangor diresmikan oleh YB (Yang Berhormat) Amirudin Shari, Exco Pembangunan Generasi Muda, Olahraga, Kebudayaan dan Pembangunan Usahawan Selangor.

“Kita nak tunjukkan bahwa Selangor punya seni dan budaya yang patut dilawati pelancong,” ujar YB Amirudin, usai menyantap siang bersama dengan para media dan blogger dari Malaysia, Indonesia, Singapura, dan Brunei Darussalam; yang ambil bagian dalam acara Rentak Selangor 2016.

 

CEMPULING: Banghuris Homestay

Cempuling Cendana Klasik Rentak Selangor
Grup Cempuling Cendana Klasik, saat sesi foto usai pertunjukan. Photo: Makmur Dimila

Usai jamuan makan siang, saatnya kami nonton pertunjukan seni tradisional Jawa-Selangor. Grup seni Cempuling Cendana Klasik, awali parade Rentak Selangor.

Sebelum tampil, pembawa acara T H Arief Bin Ahmad, memperkenalkan alat-alat musik yang dipakai untuk menyanyikan cempuling: rebana ibu, gong, kempul, kempreng, enteng-enteng, dan rebana anak.

Di Selangor, ada banyak orang asal Jawa yang berbaur dengan orang Malay, Cina, dan India. Hingga kemudian kebudayaan dari daerah asal, ikut dilestarikan.

“Musik cempuling ini berasal dari Jawa yang dibawa oleh Sunan Kalijaga, salah seorang dari Wali Songo,” katanya.

‘Cem’, dia menjelaskan, berasal dari kata ‘macam-macam’ yang menandai, ketika orang-orang dari pelbagai karakter berkumpul di satu tempat, sehingga disebut ‘pul’. Dalam suasana berkumpul itu, mereka kerap saling mengingatkan soal menjalani kehidupan, yang dikenal ‘ling’.

Lunch Banghuris Rentak Selangor
Menu makan siang di Homestay Banghuris. Saya suka jantung pisang rebusnya (kiri). Photo: Makmur Dimila

“Kami namailah Cempuling,” tuturnya.

Grup Cempuling Cendana Klasik lantas mengombinasikan musik modern dan klasik. Mereka pun tampilkan kami lagu-lagu Melayu, India, Cina, Thailand, dan Indonesia.

Di akhir pertemuan, sebuah lagu paling hits asal Indonesia di Malaysia, mereka dendangkan. Jomblo Happy dari Gamma 1. Lagu yang saya rasa, cukup tepat bagi pejalan yang masih seorang diri. Oo.

Jomblo happy memang pilihan hati
Bukan karena tak mampu untuk cari kekasih
Jomblo happy memang pilihan hati
Biar ku bisa bebas terbang ke sana sini

Jomblo happy …


Cempuling Cendana Klasik
En. Wak Diro
Tel: 019 233 793 1

 

CITRA UGIK: Taman Botani Shah Alam

Maduppa Bosara Rentak Selangor
Grup Akar Waris menampilkan Tari Maduppa Bosara, salah satu dari seni Citra Ugik, di rumah Dewan Perkampungan Budaya, Taman Botani Negara Shah Alam. Photo: Makmur Dimila

Lawatan hari kedua Famtrip Rentak Selangor bermula di Taman Botani Negara Shah Alam. Suguhan alam nan asri seluas 817 hektare membentang di Bukit Cerakah.

Dari gerbang masuk, selepas kaunter tiket, kami menaiki bis khusus turis. Melalui rute B menuju Perkampungan Budaya di ujung taman.

Bis melintasi 15 spot atraksi yang hanya bisa kami lihat dari dalam kendaraan wisata. Sebab kami bukan mengikuti tur agrowisata, tapi wisata seni-budaya.

Kendaraan terus melaju hingga berhenti di halaman kompleks Dewan Perkampungan Budaya. Gerimis menyambut kami. Beberapa rumah kayu-panggung khas Melayu, akan menjadi arena pertunjukan.

Di dalam rumah pertunjukan, grup seni Akar Waris siap-siap menampilkan Citra Ugik.

Solek Akar Waris Rentak Selangor
Personel Akar Waris dimake-up sebelum tampil. Photo: Makmur Dimila

Kami, sebelum menonton, diberi wawasan rentak Selangor oleh Prof Dr Haji Mohamad Lahir, pakar tari bugis, dan Encik Mohamad Romazi dari Malay Bugis Association of Selangor.

Keduanya kenakan pakaian tradisi bugis—suku asal Sulawesi Selatan. Kata Prof Haji Lahir, Citra Ugik merupakan kumpulan seni tari tradisi berupa tari poja, zapin cemara, pattenung, dan maduppa bosara.

Satu per satu, tari itu kemudian ditampilkan oleh grup Akar Waris, yang berisikan dancer usia dini: cantik-cantik dan ganteng, keturunan Bugis-Malay.

Penari Citra Ugik mengenakan kostum dari songket, dengan aksesoris seperti kalung Geno Kiana’, mahkota Bunga Simbolong di kepala, dan sarung bermotif Ikatan Ombak Beralun.

Tari Poja membuka acara Rentak Selangor pagi hari kedua famtrip itu. Tari Poja biasanya dipersembahkan kepada Sultan, kata Prof Haji Lahir. Para penari menabur bunga ke hadapan raja seraya menari.

Pada masa itu, Tari Poja bisa berlangsung lama sampai Sultan menyuruh penari berhenti,” jelas Prof.

Poja termasuk tari langka. Sebab hanya dipentaskan di dalam Istana Kesultanan Selangor. Sehingga tak banyak orang bisa mengetahuinya. Pun, ada syarat-syarat tertentu yang mesti dipenuhi jika ingin menjadi penari Poja.

Selanjutnya, yang bikin saya tersentuh, ketika lima penari dari Akar Waris itu tampilkan Tari Maduppa Bosara. Tarian yang biasanya dianjurkan untuk menyambut tamu.

Imajinasi saya langsung terbang ke Aceh di seberang Selat Melaka. Di daerah asal saya, ada Tari Ranup Lampuan untuk menyongsong tamu.

“Pada akhir tari, mereka memberikan hidangan berisi manisan kepada tamu,” tutur Prof Haji Lahir.

Para penari, yang memegang bosara, mendekati peserta Famtrip Rentak Selangor. Menyuguhkan borongko, kue manisan terbuat dari pisang.

Saya pun mengambilnya. Enak memang, seperti bolu pisang yang sering dibuatkan kakak kandung saya.

Lunch Kp Budaya Rentak Selangor
Menu santap siang di Dewan Perkampungan Budaya. Seluruh makanan dihidangkan di atas lantai beralaskan kain batik. Photo: Makmur Dimila

Di Aceh, penari Ranup Lampuan menyodori tamu dengan ranup (sirih) yang dihidangkan dalam puan (bakul). Tapi gerakan tarinya tentu tak sama. Masing-masing punya khas sendiri.

Jika ditanya, mana lebih elok?

Kamu harus melihatnya sendiri baik Ranup Lampuan maupun Maduppa Bosara, lalu temukan jawabannya.

Sebelum tiba makan siang bersama, Akar Waris juga persembahkan Tari Zapin Cemara—yang merupakan kombinasi silat bugis, dan Tari Pattennung—tari untuk memberikan cenderamata/hadiah kepada Sultan atau Ratu.

Kami meninggalkan Taman Botani Shah Alam, dan meninggalkan rasa penasaran saya bagaimana suasana objek wisata ini secara keseluruhan. Harus balik lagi.


Citra Ugik
Prof Haji Lahir
Tel: 017 289 224 1

 

URUMEE MELUM: Batu Caves

Urumee Melum Rentak Selangor
Grup Chinna Rasa Urumee Melum Masana Kali baluti urumee dengan kain, menghindari terpaan hujan. Photo: Makmur Dimila

Sore hari kedua famtrip Rentak Selangor, kami dibawa ke Batu Caves Temple di Distrik Gombak, KL. Meski tengah renovasi, objek itu tetap dibuka dan dikunjungi wisatawan.

Pun saya. Dengan hati-hati, menaiki 272 anak tangga nan licin akibat hujan, hingga mencapai puncak Batu Caves.

Berada dalam goa di bukit batu kapur yang lembab itu, sejauh mata menatap, dipenuhi patung-patung persembahan umat Hindu, dan merpati yang hinggap-terbang.

Saya keluar dari goa saat dijelang malam dan lampu menyorot Patung Dewa Murugan di muka Kuil Batu Caves, yang menyalakan sinar kuning keemasan.

Sinar emas Murugan cukup elok terlihat dan menjadi latar pertunjukan atraksi Urumee Melum oleh grup Chinna Rasa Urumee Melum Masana Kali.

Sembilan pemuda dari grup perkusi asal Tamil Nadu, India Selatan, itu mengenakan kostum khas daerahnya, menampilkan Urumee Melum di area lapang (semacam alun-alun) di depan kompleks Batu Caves.

Mereka mengalungi drum dari depan leher hingga menggantung di pinggang. Urumee, drum dua sisi yang menghasilkan suara nan memekik.

“Mereka memainkan Urumee sebagai wujud memanggil ruh dewa,” jelas Eddin Khoo, Direktur Pusaka—lembaga kebudayaan Malaysia yang juga membina Chinna Rasa Urumee Melum Masana Kali.

Musik Urumee Melum memiliki ritme cepat dan keras. Dipukul menggunakan stik khusus, hingga megeluarkan bunyi menggema.

‘Um… ‘Um…

Nasi Kerabu Rentak Selangor
Usai menyaksikan Urumee Melum, kami disuguhi Nasi Kerabu di House of Nasi Kerabu, di Taman Sari Gombak, 68100 Batu Caves. Makanan khas Melayu yang nasinya di-mix dengan bumbu dan rempah-rempah. Photo: Makmur Dimila

Makin lama makin lantang. Tapi malam itu, mereka cuma bisa tampilkan 5 menit saja, sebab hujan tak kunjung reda.

Derai air akan merusak Urumee, kata seorang dari mereka. So, saya tak bisa menyaksikan klimaks dari Urumee Melum, meski mereka sudah melakukannya dua kali. Tapi, overall, saya cukup puas.

Mereka adalah anak muda yang hijrah ke Malaysia dan melestarikan tradisi di tanah rantau. Urumee Melum biasanya ditampilkan oleh grup berisikan maksimal 15 orang.

Di akhir perjumpaan, saya sempat mencoba mainkan Urumee. Tapi tak semudah saat saya menyaksikan mereka memainkannya. Sulit bagi saya menghasilkan bunyi ‘um… ‘um…


Urumee Melum
En. Vicky
Tel: 016 203 839 0

 

KERONCONG: Qliq Damansara

Saltwater Pool Rentak Selangor
Menjelang malam perpisahan di Saltwater Pool Qliq Damansara Hotel, Petaling. Photo: Makmur Dimila

Malam minggu. Malam perpisahan. Malam setelah kami eksplor Pulau Carey. Di saltwater pool Hotel Qliq, Damansara, musik keroncong mengakhiri kegiatan Rentak Selangor, Nafas Nadi Bumi Kami.

Acara yang dikemas sambil makan malam itu, diselingi dengan tembang Jawa oleh Geng Keroncong; genre musik yang dibawa Portugis dan berkembang hingga ke Semenanjung Melayu.

Para peserta pun diberi kesempatan bernyanyi. Terima kasih Kak Olyvia Bendon, yang mewakili Indonesia melantunkan Begawan Solo. Malam yang sempurna dari tepi kolam renang hotel bintang empat itu.[]


Geng Keroncong
Pn. Wawa
Tel: 019 231 055 6

 

Writer: Makmur Dimila

Berjalanlah… dan ceritakan pengalamanmu 🙂

——————————————————————————————————————————————-

Tulisan ini merupakan bagian dari keikutsertaan Safariku.com dalam Famtrip Rentak Selangor di Selangor, Malaysia, selam 1 – 4 Desember 2016. Acara ini ditaja oleh Gaya Travel Magazine, berkolaborasi dengan Badan Eksekutif Pembagunan Generasi Muda, Sukan, Kebudayaan, dan Pembangunan Keusahawan Selangor, Unit Perancang Ekonomi Selangor, dan Pusaka.

Perjalanan Safariku.com juga disponsori oleh Coffee and Knowledge ManagementIja KroengCilet Coklat, dan Kedai Kopi Polem. Terima kasih semua.

——————————————————————————————————————————————-

9 thoughts on “Rentak Selangor Nafas Melayu

    1. Ceritakanlah selengkap mungkin, walau satu ayat. Eh, satu topik.
      Tapi mungkin bisa Kak Menik tambahkan di komen ini, kalau memang ada yang kurang; barangkali. 😀

    1. Itulah, memang sengaja diset untuk lagu terakhir, biar teringat sepanjang masa.

      Yaya, bersyukurlah, sebab pasti ada cerita berbeda jika disampaikan dg lisan. 😀

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *