DALAM perjalanan dari Banda Aceh menuju Sigli, Jumat, 27 Juni 2013, tiba-tiba Boy bilang ada satu spot tersembunyi yang bisa melihat laut sekaligus Puncak Seulawah Agam dari dekat. Saat itu kami baru saja melewati Pasar Baru Saree (Gajah Indah). Usul Boy tentu bikin penasaran.
“TAHURA Pocut Meurah Intan”.
Saya menengadah saat memasuki gerbang di kiri jalan nasional, membaca kalimat itu baik-baik. Gerbang Taman Hutan Raya (Tahura) berhadapan dengan Kolam Pemandian. Berada di gugusan hutan Gunung Seulawah Agam, di Kecamatan Leumbah Seulawah, Aceh Besar, berbatasan dengan utara Kabupaten Pidie.
Kami belok kiri, diapit pinus hutan yang menjulang. Berhenti usai melalui jalan agak terjal sekitar 200 meter dari jalan raya. Usai parkir, Boy tuntun kami ke satu gugusan bukit ditumbuhi alang-alang. Melangkah ke ujungnya hingga menjumpai undakan-undakan tangga semen menurun.
Di bawah kanopi pohon pinus. |
Surya melambai pada Seulawah. |
Selamat datang di Mahameru! Eh, salah. Selamat menikmati Seulawah! 😀
Pada pandangan sejajar, matahari merangkak turun di kanan Puncak Seulawah Agam, gunung berapi aktif dengan ketinggian 1.800 meter di atas permukaan laut. Menurunkan tatapan ke bawah, perkebunan pisang memenuhi lembah-lembah. Membelakangi Seulawah, Samudera Hindia kelihatan samar di wilayah Laweung dan Batee, dua kecamatan di utara Pidie.
Boy bergaya kampanye, Fahrijal bergaya capres, dan Nira bagai model. 😀 |
Indahnya langit bagian timur Pidie, di bawahnya juga perkebunan pisang. |
Juga perkebunan pisang. |
Kicau burung hutan lindung menghibur. Saya, Boy, Fahrijal dan adiknya Niar, benar-benar menikmati alam yang asri nan indah. Gundah hilang seketika. Di tempat kami berteduh, spot camping yang layak jika sedang di Tahura Pocut Meurah Intan.
Pocut Meurah Intan diambil dari nama pahlawan wanita Aceh yang meninggal tahun 1937 di pengasingan, Blora, Jawa Tengah. Nama yang indah untuk tahura dengan luas 6.300 ha. Berharap hutan ini tetap dirawat dengan baik, tanpa penebangan hutan secara ilegal maupun perusakan hutan lainnya..
“Itu namanya Puncak Seulawah Agam.” FOTO : Boy |
Deru motor petani pisang muncul dari bawah. Ia hendak pulang. Sudah jam 6.30 petang. Kami pun pulang, saat matahari mulai menghilang. Pulang menyambut meugang bulan suci Ramadan 1435 H. Mohon maaf lahir dan batin. 😀 [Makmur Dimila]
Bagus kali kok fotonya 🙂
Alhamdulillah lagi momen kemaren itu, Kak.
Dan karena sering motret belakangan, jadi bisa belajar menghasilkan foto lebih baik dari yg sudah2. Hehe