Pantai cantik yang belum terjamah komersialisasi pariwisata. Spotnya sangat unik.
[hr style=”double”]
Saya harus menaklukkan dua bukit untuk mencapai pantai ini. Butiran pasirnya persis seperti butiran gula pasir. Melangkah di atasnya memberi efek gempa. Saya berhenti, gempa atau bukan? Saya melangkah lagi, dan masih dengan guncangan yang sama. Sebenarnya bukan guncangan, tetapi efek dari tapak kaki diisap pasir yang lembut.
Saking lembut, saya berbaring di atasnya. Merentangkan kedua tangan. Menutup mata. Merasakan bahagianya bisa sampai di Pasi Saka (bahasa Indonesia: pasir gula). Itu nama yang layak diberikan, menurut masyarakat setempat, sebagaimana diceritakan Asrul dari Geudumbak Foundation. Ia turut memandu kami hari itu, 25 November 2014.
Kami memulai tur dari Kota Calang. Memakan waktu sekitar setengah jam untuk mencapai check point pertama, Gampong Jeumpheuk, Kecamataan Sampoinet.
Dari sini, kami juga dipandu warga setempat yang tergabung dalam Kelompok Sadar Wisata bentukan Dishubkomintelbudpar Aceh Jaya. Jalan kaki 5 menit menyusuri pinggir pantai di bekas Gampong Mata Ie, sebuah desa pesisir yang hilang dihempas tsunami 2004.
Bukit bernama Gunong Ujong Gla menyambut kami usai melewati bekas perkampungan itu. Kami lalui jalan setapak. Terkadang menyelinap dan merunduk di antara tanaman yang menjuntai. Kami mendakinya 20 menit dari bekas Gampong Mata Ie.
Turun dari Ujong Gla, kembali jalan kaki pada padang yang diapit lautan.
Ada satu pantai di utara, dan kami kira itu Pasi Saka. Huff, hanya pantai biasa yang gersang dan kotor.
“Bukan itu, kita harus daki satu bukit lagi,” kata pemandu.
Syukurlah. Kami kembali harus mendaki bukit. Rasa penasaran makin membuncah. Lima menit berlalu, muncullah tebing-tebing yang unik, dikelilingi garis pantai.
“Kita ke sana, yuk!” Ajak Rinaldi.
Ya, saya, dia, Ikbal dan Taufik, berlari ke arah pantai. Tapi Asrul dan rombongan kami yang lain, terus bergerak, menaiki bukit yang membatasinya dengan lautan. Saya naik ke batuan tebing yang tampak dari jauh berbentuk seperti gunung.
Ombak tinggi, menghempas batuan tebing di hadapan saya. Awan mulai hitam. Lantas kami menyusul rombongan. Melalui dua bukit berpadang ilalang dan tanjung-tanjung yang menjorok ke laut. Disuguhi pemandangan Samudera Hindia di kiri (barat).
Dan pada satu mulut tanjung, saya terlonjak takjub. Maha Besar Allah. Garis pantai melengkung sejauh (kira-kira) 1 km. Itu ada di depan mata kami. Serius!
Kami mencapai rombongan yang lebih dulu tiba. Mereka beristirahat di bawah pohon ketapang. Memandang Pasi Saka yang diapit tebing. Saya tak sabar untuk turun. Bermain-main dengan pasir Pantai Pasi Saka. Ia lembut di tangan dan kaki.
Usai berbaring sejenak di pasir, saya berjalan menyusuri garis pantai. Saya tertarik dengan satu batu besar di ujung barat daya. Ia mirip tunas kelapa atau lambang pramuka. Batu itu teronggok di tebing yang landai. (Baca: Batu Tunas Kelapa Pasi Saka)
“Seperti pantai-pantai di Kosta Rika,” Bang Salman, ketua rombongan kami mengibratkan keunikan Pantai Pasi Saka, saat ia berhasil menyusul saya ke batu itu.
Sekembali dari pantai ini, kami menyimpulkan berdasarkan pengalaman jelajah yang belum terlalu banyak, bahwa Pasi Saka menjadi pantai terunik dan paling eksotik di Aceh. Anda bisa mencari yang lebih indah, tapi singgahi dulu yang satu ini, apa benar seperti Kosta Rika punya? []
Writer : Makmur Dimila
Baca juga laporan Majalah Aceh Tourism tentang Pasie Saka di sini.
Berjalanlah… dan ceritakan pengalamanmu π
Mas, bisa bagikan cp pemandu utk ke pantai saka gak? Kalau boleh, bisa dikirimkan via email saya. Terima kasih
Cek email Mas. Terima kasih. π
mau juga mas,cp pemandunya
Silakan dicek email. Semoga bisa membantu. Ditunggu nih share cerita perjalanannya ke Pasi Saka. π
Subhanallah.
Bolehkah berkhemah di kawasan Pasi Saka?
Solo traveller dari Malaysia
Terimakasih sudah berkunjung Encik Ahmad.
Di sana boleh berkemah apabila cuacanya bagus. Tapi Ahmad boleh mendiskusikan perihal ini dengan warga (guide) yang biasa bawa tamu ke Pasie Saka. Guide biasanya ada di Gampong Jeumpheuk. π