Hari kedua saya di Melbourne jatuh pada Minggu. Waktunya jalan-jalan!
Jee Li, project officer Asia Pacific Journalism Centre, menjemput seluruh peserta kursus singkat jurnalistik di apartemen Quest Carlton, Victoria. Dia akan memperlihatkan kami bagaimana Melbourne menjadi salah satu kota menarik di dunia.
Untuk mencapai bus stop, kami jalan kaki: di antara celah-celah bangunan berwarna gelap elegan bergaya Eropa klasik, menyusuri koridor dipenuhi dedaunan London Plane yang mirip mapel lambang bendera Kanada, dan suara ‘oak-oak’ gagak hitam bertengger di tiang listrik.
Di sana, kami menunggu trem-kereta listrik-tujuan La Trobe Street. Dari Queensberry Street, kami melalui 5 menit waktu tempuh dengan tram, untuk tiba di halaman State Library of Victoria (Pustaka Nasional Negara Bagian Victoria).
Pria bernama Sir Redmond Barry berdiri di atas prasasti di depan pustaka dengan memalingkan wajah ke kanan dan tangan kirinya menjulurkan buku: sebuah patung berwarna hitam sebagai apresiasi kepada penggagas pustaka yang dibangun pada 1856 ini.
Drumband dan yel-yel menggema di persimpangan jalan. Beragam karakter wajah dengan bendera masing-masing kelompok atau partai, mengusung poster May Day dan menuntut keadilan buruh.
Di Melbourne, Hari Buruh digelar pada hari Minggu pertama setiap bulan Mei, sehingga banyak pekerja berpartisipasi. Alasan itu terlihat dari cara long march mereka yang pelan dan santai. Mereka terus menyanyikan yel-yel hingga kami naik tram menuju Melbourne Visitor Centre (MVC) di Federation Square.
Hanya beberapa menit duduk dalam trem, kami tiba di depan Flinders Street Railway Station, stasiun kereta tertua di Australia—dibangun 1910—yang kemudian menjadi tempat pertemuan para Melbournians (sebutan untuk warga Melbourne).
“Gedung Flinders Street Railway Station salah satu landmark Kota Melbourne,” terang Jee, menunjukkan gedung kuning pudar dengan kubah-kubah hijau tua.
Di sekitar stasiun, beberapa bangunan berbentuk “seperti dalam film Harry Potter–kata teman saya Chris–berdiri kokoh di sela-sela gedung persegi panjang.
Federation Square juga menjadi titik utama kami untuk eksplorasi.
Di MVC, saya melihat wajah-wajah Aussie, Eropa, Cina, Amerika, Afrika, dan Timur Tengah, lalu-lalang. Sekelompok orang duduk di taman, ngobrol sambil berdiri, dan seniman menunjukkan aksinya: seorang perempuan berpakaian pink menarik perhatian di antara kerumunan dengan dansanya mengikuti aliran musik dari sound sistem yang dibawanya.
Kami menyusuri jembatan yang melayang di atas Sungai Yarra. Kereta kuda seperti delman melaju di sepertiga jalan membawa turis. Pesepeda pun dengan hati-hati meliuk-liuk di jalurnya.
Dari jalur pejalan kaki di tepi jembatan, saya juga bisa melihat Eureka Skydeck 88 Tower, menara setinggi 975 kaki di Southbank. Juga gedung surat kabar Herald Sun. Di barat, saya melongok ke bawah: beberapa cafe di tepi kali, dipenuhi pengunjung.
Sebuah feri dan kendaraan air modern bernama Melbourne River Cruise bersandar pada bantaran yang penuh guguran daun. Sementara speed boat menggores permukaan sungai yang mengalir melalui pusat Kota Melbourne ini.
Meninggalkan jembatan, kami masuki Kawasan Arts Centre Melbourne. Seorang seniman memainkan tengkorak manusia yang terbuat kayu seukuran lengan. Tengkorak didansakan dengan tali-tali yang dihubungkan ke tangannya. Kita harus menyumbang jika merekam gambarnya.
Ada cafe-cafe kecil dan stan yang menjajakan makanan, suvenir, kerajinan tangan, lukisan, hingga pakaian musim dingin, di area Sunday Market, pasar yang digelar hanya pada hari Minggu. Tak jauh dari Pasar Minggu, Jee memperkenalkan kami gedung bernama National Gallery of Victoria. Ada sebuah kolam di halaman gedung ini, orang-orang melempar koin ke dalam kolam itu. Saya juga, tapi dengan koin Australia. (Masih ingat #koinuntukAustralia ? :P)
Sebelum pulang, di sebuah taman dalam Sunday Market, saya mencomot secuil tanah lalu mencium baunya, untuk menjawab Mas Imam Shofwan bagaimana rasanya bau tanah Melbourne: sungguh tidak semanis kotanya![]
Writer: Makmur Dimila
Berjalanlah… dan ceritakan pengalamanmu 🙂
One thought on “Minggu Pertama di Melbourne”