Jika ingin mencari pantai terunik di Aceh, Pantai Thailand, Simeulue, pilihan yang tepat.
Selagi cerah, saya akan dibawa mengenal sisi selatan Pulau Simeulue oleh host saya, Bang Aqil Rozha. Kami berangkat dari Frazha Homestay di Desa Alus-alus, menuju tenggara.
Ditemani pula oleh Virgil, bule asal Kanada, bersama asistennya, Ayi, yang mengendarai sepeda motor sewa. Mereka mengekori mobil yang disopiri Aqil. Melaju di antara jalan aspal yang diapit jejeran pokok kelapa dan garis pantai.
Udara segar dan panorama nan hijau mewarnai rute perjalanan sepanjang Kecamatan Teupah Selatan. Cukup membuat pengalaman pertama saya ke pulau berjuluk Ate Fulawan ini mengesankan.
***
Kami berhenti di area bekas Camp Thailand. Mata saya langsung tertuju pada pantai di teluk kecil sebelah kanan mobil. Airnya hijau toska, berpadu dengan rerumputan hijau seperti lapangan golf di hadapan saya. Pantai Thailand, namanya.
Debur ombak dari pantai di seberang selat terdengar lembut. Di samping, kicau burung yang mengalun. Hari terik juga menyebabkan permukaan selat di sebelah kiri mobil berwarna hijau cerah.
Rinaldi dan Virgil lekas mengenakan pakaian selam. Mereka akan diving di selat itu, atas saran Aqil sebelumnya, bahwa ada terumbu karang dan ikan yang cantik di kedalaman 5-7 meter.
Saya, Aqil, dan Ayi, tidak ikut turun. Kami menuju Pantai Thailand. (Baca juga cerita saya lebih lengkap dan berbeda tentang perjalanan ke Pantai Thailand Phinemo). Airnya benar-benar jernih.
Ayi kemudian bermain di tepi selat. Melihat-lihat dua penyelam. Sedangkan saya dan Aqil susuri lapangan luas di sekitar selat. Bahkan kami coba melakukan levitasi, meski gagal. π
Saya juga mendapati satu boat nelayan yang ditambatkan di satu sisi selat. Terapung dengan tenang di atas air jernih nan hijau. Niat mengayuhnya digagalkan oleh ketiadaan empunya di lokasi. Seharusnya akan menjadi pengalaman menarik naik boat keliling selat.
Biar tidak rugi sudah melihatnya, saya turun ke air dan menaiki boat itu. Sekedar duduk di belakangnya, dan diambil foto.
βBetapa indah tempat yang saya kunjungi ini, tak pernah terbayangkan sebelumnya,β saya melamun di atas boat.
Pantai Thailand, beserta objek di sekitar, bukan satu-satunya pantai cantik yang membuat alam dan masyarakat di Simeulue, Aceh, lebih mengagumkan, dibanding Pulau Weh yang sudah bergaung dalam dunia turisme.
***
Kami singgah di Pantai Pasir Tinggi. Yang menurut saya keindahan alamnya bagai lukisan. Ia berada di sisi jalan. Namun tak bisa benar-benar menatap laut jika tidak turun dari kendaraan, berjalan kaki, menaiki tanah yang meninggi, hingga tampak pasir yang mengapit pantai. Saya dan Virgil duduk di atas sebatang pokok kelapa.
Krek, krek!
Dari Pasir Tinggi, kami menuju Desa Labuhan Bakti. Desa ini juga dianugerahi teluk yang membentuk pantai-pantai cantik. Air yang hijau toska, boat-boat nelayan terombang-ambing pelan oleh riak, dan anak-anak yang bermain dengan kami.
Dan, makan siang akan kami lalui di warung yang letaknya di bibir Pantai Labuhan Bakti. Warung yang menurut Veti, pemiliknya, bernama Warung Gudang. Kedai tradisional terbuat kayu yang hitam oleh asap.
Ada sebuah bangku di dekat pantai, tempat kami menyantap makan siang, di bawah nyiur yang menambah keindahan panorama pantai di depan. Sambil makan, saya menikmati bocah-bocah mengangkut pasir.
Pantai Labuhan Bakti, Pantai Pasir Tinggi, dan Pantai Thailand, tiga dari sejumlah pantai menarik lainnya di Simeulue yang tak boleh lupa dari daftar kunjungan.
Terutama Pantai Thailand–yang kami datangi setelah santap siang di Labuhan Bakti–dengan pesona alam yang bikin saya merasa seperti bukan di Aceh!
Jangan lupa ajak saya, ya. π []
Writer: Makmur Dimila
Berjalanlah… dan ceritakan pengalamanmu J
FOTO-FOTO: