Dunia perjalanan–traveling–itu suatu dunia yang penuh warna-warni. Orang yang melakukan perjalanan–traveler–kadang menjadi murid bagi alam yang sedang dihadapinya. Para pejalan pun sering berubah pintar mendadak ketika menghadapi situasi kejepit di alam liar.
[hr style=”dashed”]
Pada malam hari, suasana tinggal di rumah jelas sekali berbeda dengan ‘tinggal’ di luar rumah. Dalam rumah, saya harus menyalakan lampu hias untuk menerangi ruangan secukupnya–misal untuk membaca buku-buku petualangan semacam Wanderlove. Di alam, saya hanya perlu dibantu lampu senter ponsel untuk memotret malam di depan tenda.
Bulan dan bintang adalah lampu utama bagi saya ketika ngobrol santai bersama teman perjalanan di alam terbuka. Tapi ketika di dalam rumah, bulan dan bintang saya lihat dalam layar kaca, kecuali saya harus keluar rumah untuk memandang langit.
Kawan saya yang hobi fotografi, Ikbal Fanika, sangat ingin memotret suasana malam. Ia butuh alat lighting, tak cukup pantulan cahaya dari langit.
Kalau sudah begitu, saya dan teman yang lain, membantunya menciptakan lampu hias alami. Sebuah lampu hias yang instan dan kreatif, yang harus secepatnya siap sebelum baterai kamera habis.
Ikbal biasanya akan meminta kami memanfaatkan perangkat yang kami bawa sebagai pelengkap dekorasi cahaya. Maka kami akan merogoh kocek, mengambil telepon genggam. Dengan modal senter mini di kepala ponsel, kami menyalakan dan memeregakan sesuai arahannya.
Pergerakan kami menjadi lampu hias alami untuk mencetak gambar bergenre light trail photography di alam liar.
Semakin bagus kami memainkan sinar lampu, semakin cantik pula Ikbal mengahasilkan foto. Kenangan itu jelas terdeskripsikan dalam perjalanan kami ke Pantai Ie Rah, Aceh Besar, pada awal tahun lalu. Kami bahkan menuliskan kalimat “We love Lange 2014” cuma dengan cahaya senter ponsel.
Ikbal juga arahkan kami untuk menyenter wajah dalam kegelapan hutan di pinggir pantai yang menyanyikan kedamaian. Dia merekam moment itu seperti pada foto di bawah ini:
Di lain waktu, saya melihat Traveler Cilet-cilet (Citra Rahman), menggunakan lampu hias alami saat kami camping di Danau Aneuk Laot, Sabang, Juni 2014. Sebenarnya saya yang memintanya untuk memotret.
Malam itu, saya duduk di depan tenda yang kami gelar di atas sebuah dermaga kayu. Karena tak cukup cahaya langit bagi lensa kameranya untuk menangkap wajah saya, dia pun suruh saya senterkan wajah sendiri pakai hape. Nah, berikut hasilnya:
Betapa indahnya alam ini jika kita pandai menikmatinya dalam kondisi apapun. Menghabiskan waktu di luar rumah membuat seseorang bersahabat dengan alam. Semakin lama ia bermain di alam, semakin mudah pula ia menyayangi lingkungan alam sekitarnya.
Saya kira, Anda harus coba menghabiskan malam dengan lampu hias alami. Setidaknya sekali saja dalam seumur hidup. [adv]
Writer : Makmur Dimila