Hari kedua pagelaran Aceh Blogger Gathering, langit cukup menggairahkan semangat penghuni Greenland Jantho. Persis seperti lukisan pemandangan alam: ada warna putih, biru, dan hijau, sepanjang tatap beredar ke arah mana saja.
Selesai sarapan pagi di resto, saya bersama puluhan pegiat sosial media dan blogger Aceh lainnya berkumpul di sisi kolam renang yang semalam menjadi lapak konser sejenak: dihibur oleh penyanyi solo Aceh, Tereza dan Serieus Band yang populer dengan lagu “Blogger Rocker juga Manusia.”

Peserta dibagi dalam lima kelompok, yang masing-masingnya terdiri antara 6-11 orang. Saya di kelompok 5, dengan personil paling sedikit. Masing-masing kelompok digandeng seorang LO (Liaison Officer).
Hari ini kami akan main outbound dengan tiga game (selanjutnya: gem) tantangan dan tiga gem have fun.
Namun kemudian, hanya empat gem yang sempat dimainkan, sebab sedikit molor dan ada peserta yang butuh lebih banyak waktu dalam menaklukkan rintangan demi rintangan di arena outbound Greenland Jantho.
Menaklukkan Jembatan Tali Layaknya Benteng Takeshi

Karena waktu terbatas, seluruh tim tidak memainkan gem serentak. Tapi saling gantian arena. Kami jajali Jembatan Tali di gem pertama. Saya beranikan diri menjadi peserta perdana.
Selagi saya melangkah naiki jembatan, seolah-olah di balik layar sana dalam Benteng Takeshi, ada dua komentator berpakaian ala Kaisar Jepang. Keduanya mengibas-kibaskan kipas.
“Yang Mulia, tantangan berikutnya adalah Jembatan Tali, bagaimana permainan ini?”
“Iya, peserta akan masuk ke arena di mana harus melewati semua jembatan tali di atas kolam kecil, hingga berakhir di ujung satu lagi.”
“Bagaimana jika peserta terjatuh, Yang Mulia?”
“Mereka harus ulang lagi dari awal.”
“Baik, Yang Mulia, berikut akan tampil peserta pertama, apakah dia akan berhasil?”
“Kita lihat saja, semoga dia tidak berhasil.”

Saya sudah menyentuh lantai jembatan pertama. Rio yang muncul dengan pura-pura pegang microfon bertanya:”
“Siapa nama Anda?”
“Makmur.”
“Usia?”
“25 tahun.”
“Pekerjaannya?”
“Pemadam kebakaran.”
“Ada pesan-pesan untuk keluarga di rumah?”
“Doain ayah, ya, Nak, semoga ayah berhasil.”
Saya—seakan-akan menatap kamera—melancarkan doa kepada keluarga di rumah dengan acungkan tangan ke udara, seperti biasanya dilakukan peserta dalam game show Benteng Takeshi; biasa saya tonton tahun 1990-an.
Saya pun mulai menaklukkan jembatan pertama. Tanpa kendala, saya berhasil mengakhiri permainan titi shiratal mustaqim tali ini di jembatan kesepuluh. Dengan satu-dua kali berhenti di atas tali untuk berpose bagi fotografer.
“Bagaimana perasaan Anda setelah menaklukkan rintangan pertama di Greenland Jantho ini?”
“Alhamdulillah senang sekali. Sekarang giliranmu, Rio!”
Ha-ha.
Menjadi Roda Tank

Gem selanjutnya, Roda Tank, disebut juga Bulldozer. Panitia menggelar dua terpal plastik selebar satu meter yang melingkar seperti sarung. Kami yang hanya 6 orang per kelompok, cuma bisa bermain tiga orang per roda.
Saya dan tim masuk dalam lingkaran terpal biru itu. Kedua tangan menopang bagian dalam terpal sisi atas. Kedua tapak kaki memijak bagian dalam sisi bawah terpal.
“Gerak kaki kita harus serentak, kanan dulu ya!” seru saya kepada anggota tim, salah satunya Khairul Mubarak admin Instagram @wisataaceh.
Lawan kami ialah tim yang diisi Rio si reporter Benteng Takeshi tadi, bersama dua anggota lainnya.
Siapakah yang akan memenangkan gem kedua di arena outbound Greenland Jantho ini?
Dapat aba-aba dari panitia, kami langsung tancap gas pada hitungan ketiga. Kanan, kiri, kanan, kiri, kanan, kiri, … balik badan, setelah 5 meter. Kembali kami ayunkan kaki yang serentak.
Di seberang, entah kenapa, lawan kami jalan serong kiri, hampir saja nyemplung ke kolam Jembatan Tali.
Itulah inti gem ini, bagaimana team work harus terjalin baik sehingga keseimbangan sebuah lembaga (komunitas) harus tetap dijaga agar tidak melenceng dari visi dan misi, supaya berjalan seperti roda tank.
Terbang dengan Flying Fox, yuhuuu

Yang saya tunggu-tunggu akhirnya tiba. Sebagai kelompok 5, kami pun mendapat giliran terakhir mencoba atraksi flying fox. Duh!
Sebelumnya, seluruh peserta sudah mencoba lepaskan tawa dan teriakan sambil meluncur di rel gantung setinggi 10 meter dari kolam.
Bahkan saking lama menunggu, saya sempat menjepret beberapa ekspresi peserta seraya berteduh di bawah sebuah pohon pinggir kolam utama Greenland Jantho.
Giliran saya datang ketika yang lain sudah mulai larut dalam gem terakhir jauh di ujung kompleks sana.
Saya seperti peserta lainnya dipasangi harness, layaknya bayi dipakaikan pampers. Lalu naik ke tower melalui tangga. Di atas sana, disematkan carabiner dan helm. Dan dikaitkan ke seling baja sebagai rel.
Satu, dua, tiga. Bismilllah!
Saya coba memutar badan sambil meluncur dan berharap mendarat di ujung sana tepat menatap kamera panitia yang sudah menunggu.
Tapi saya tak bisa pertahankan keseimbangan, dan tentu saja, badan saya membelakangi kamera saat mendarat. Sudahlah, yang penting sampai dengan selamat.
Lempar dan gol; buka baju, please!

Dari arena flying fox Greenland Jantho, kami menuju kolam renang tempat dilangsungkannya konser semalam. Di sana, yel-yel menguar dari para penonton gem Bola Tangan di dalam kolam.
Dua tim sedang beradu cepat dalam memasukkan bola ke gawang kecil yang diletakkan di kedua sisi kolam renang yang berlawanan.
Begitu mencapai kolam itu, kami langsung masuk kolam untuk mengikuti babak pertama melawan tim dari kelompok lain.
Ada satu peraturan, tim yang pertama kebobolan harus lepas kaos, karena semua peserta mengenakan uniform event yang berwarna merah. Untungnya, hanya peserta cowok yang ambil bagian untuk gem ini. 😀
Kalian percaya? Kami tak pernah kalah hingga lima kali bertanding. Jika saja aroma kuah beulangong yang dimasak dekat kolam utama tak sampai ke kolam renang ini, wasit akan terus membiarkan pertandingan ini.
Dan kami, kelompok 5, juara. #hadiahnya ambil di Kodim, haha.
Itulah gem paling seru dan melelahkan, karena setengah badan kami dibendung air, saat setengah ke atas bergerak mengelabui lawan untuk segera mencetak gol demi gol.
Sebaiknya dibaca: Wisata Greenland Aceh Besar
Things to do:
Selain empat gem di atas, Greenland Jantho juga sediakan arena bermain outbound bagi anak-anak usia dini. Seperti panjat tebing, ayunan, perosotan, yang semuanya berbahan kayu.

Pun sediakan Camping Ground, yang biasa digandrungi kelompok kaula muda atau pramuka. Lalu nyalakan api unggun, bakar jagung, dan bernyanyi, tentu ditemani langit penuh bintang jika cuacanya bagus.
8 things you should get to know:
Menurut Yussaini, Manager Objek Wisata Greenland Jantho, yang saya hubungi belakangan, berikut 8 hal yang harus diketahui jika ingin menikmati arena outbound dan camping ground (berkemah) di sana.
- Paket Outbound & Camping Groud, Rp 55 ribu/orang/malam. Sudah include (termasuk) peralatan dan perlengkapannya.
- Menginap di gedung aula kapasitas 400 orang, Rp 3 juta/malam.
- Menginap di satu rumah di belakang musalla, kapasitas 5 orang, Rp 200 ribu/malam.
- Menginap bisa juga (gratis) di saung-saung tempat makan yang mengelilingi kolam kecil, dengan catatan peserta setidaknya bawa matras sendiri. Atau dengan tenda sendiri, bisa inap di mana saja dalam kompleks Greenland Jantho.
- Saat ini sedang dibangun 8 cottage kayu dekat kolam utama, kapasitas 4-5 orang.
- Tarif makan sesuai dengan porsi yang dipesan pada pengelola (manager). Biaya konsumsi ini di luar tarif paket.
- Greenland Jantho dibuka pada 2014. Setelah berjalan sekitar 6 bulan, objek ini terpaksa ditutup selama 8 bulan, karena pemiliknya sakit.
- Pagelaran event Aceh Blogger Gathering menandai dibuka kembali Objek Wisata Greenland Aceh Besar ini.
Manager Greenland Jantho, Yussaini
CP: +62 813 7721 9514

How to get there:
Sekitar 45 menit–60 km–dari Kota Banda Aceh, masuklah ke Jalan Utama Jantho di sebelah kanan jalan nasional Banda Aceh-Medan, ditandai dengan gapura selamat datang di atas jalan dua jalur, sebelum jembatan baja yang menghubungkannya dengan Kecamatan Seulimum.
Ikuti terus jalan utama hingga ketemu bundaran, lalu ambil kanan. Jalan lagi hingga jumpa Kantor Polres Aceh Besar kemudian belok kanan.
Jalan lagi akan ketemu stadion bola dengan tribunnya yang usang, ada plang penunjuk jalan ke Greenland Jantho di persimpangan, ikutilah tanda panahnya: ke kiri.
Jalan lagi hingga ketemu MIN Jantho dan belok kanan. Selanjutnya akan dijumpai SD 3 Jantho dan ambil kiri.
Jalanan mulai memasuki kawasan hutan, ditandai dengan adanya sebuah jembatan, lalu belok kiri pada sebuah persimpangan setelah jembatan. Tak lama, Greenland Jantho menyambut di kiri jalan beraspal mulus itu.[]
Writer : Makmur Dimila
Berjalanlah… dan ceritakan pengalamanmu 🙂






