LEBARAN bagiku berbeda tiap tahunnya, tentu saja berbeda tanggal, bulan dan tahun juga. Aku selalu tidak mau menghabiskan lebaran di tempat yang sama. Punya Ayah yang kreatif juga sangat mendukung hobiku ini. Tentu saja mendukung secara finansial dan perizinan dengan Mama. Tahulah kalian mamaku tak mengizinkanku kemana-mana karena aku anak gadis pertamanya yang paling cantik (masa sih?).
Lebaran tahun ini aku habiskan dengan wisata ke Tangse. Menurut sejarah rakyat. Dulu seorang pangeran Kerajaan Cina pada masa Dinasti Tang dibuang oleh istana ke pegunungan ini. Namanya Pangeran Tang Tse. Ada juga yang bilang Tangse adalah bahasa cina yang berarti perkakas penjepit.
Tangse berjarak 50 km dari Kota Beureunuen. 180 km dari Banda Aceh, 20894 km dari Planet Mars. Hmm..
Menurut saya, Tangse indahnya sama saja seperti Puncak di Bandung, tinggal hapus maksiat dan villlanya saja. Terletak di pegungungan membuat Tangse berudara dingin dan lembab, sehingga menjadikannya daerah subur dan rakyatnya makmur.
View Keude Tangse dari jalan menuju Blang Teungoh. FOTO: Rahmad Rumoh Aceh |
Tidak hanya durian, jagung, manggis, langsat, bahkan ganja tumbuh subur disana. Tangse merupakan daerah paling bersih di Pidie. Udaranya bersih, airnya bersih, manusianya juga bersih-bersih dan ramah-ramah.
Kota hujan ini menjadi salah satu objek wisata kawula muda dan keluarga di hari raya. Wisata ke Tangse menawarkan kuliner alami yang sangat enak dan mengandung alkohol, yaitu King of Fruit, durian. Buahnya saja yang enak, kulit, biji dan harganya tidak enak!
Selain durian yang hanya ada musiman saja, daya tarik terbesar wisata ke Tangse adalah sungainya yang jernih, bersih, dingin dan menyegarkan. Para wisatawan lokal bahkan ada yang membawa rantang dan kambing ke pinggir sungai untuk dimasak dan di makan sama-sama di bebatuan segala ukuran yang ada di pinggir sungai. Mereka ada yang menghabiskan waktu lama di sana. Ada bahkan yang sakingsukanya pada sungai Tangse, mereka bikin rumah dan tinggal di tepi sungai selamanya, selama Negara Api tidak menyerang.
Tangse dari sebuah spot singgah di tepi jalan nasional Meulaboh-Beureunuen, lewat Keude Tangse, FOTO: Makmur Dimila |
Persawahan di tepi jalan nasional Beureunuen-Meulaboh, kawasan Gampong Alue Calong, sebelum Keude Tangse. FOTO: Rahmad Rumoh Aceh |
Sungai yang unik di Tanse adalah Krueng Meuriam. Kalau sungai lain biasanya dari gunung turun ke bawah, tapi ‘Sungai Maryam’ ini mengalir dari desa, ke pegunugan Tangse, melewati persawahan dan pengunungan.
Tapi Jalan menuju Tangse masih sangat sempit, cuma lebar 3 meter. Kita harus waspada dan hati-hati melewati jalan menanjak, berliku-liku dan kerusakan dimana–mana. Setelah banjir bandang beberapa waktu lalu jalan dan sungai yang terkena dampak banjir kini sudah dipasang bronjong, membuat pemandangan di jalan menuju kesana lebih indah dan rapi. Tidak seperti dulu, jurang curam alami yang sedikit menakutkan.
Saya bahkan hampir menyebut kota ini, Kota Bronjong. (emang saya siapa kasih-kasih nama kota) Di perjalanan sebelum mencapai Tangse, kita bisa mencicipi jagung bakar di daerah Beungga. Jagung manis yang enak, penjualnya juga ada yang manis. Cuma yang sebelah kanan pertama jumpa di sisi jalan. Juga kita bisa mencicipi mie caluek, rujak dan air limun di pasar-pasar yang kita lewati.
Di pegunungan Tangse masih kita jumpai rusa, (kalu jumpa jangan lupa bilang ‘hai’) yang diburu setiap pekan untuk dimakan. Kalau kita mau mencicipi dagingnya, ada dijual di keude Tangse. Selain daging rusa ada juga daging lain yang enak. Daging ikan keureulieng (ikan jurung). Ikan langka yang hanya ada di beberapa tempat saja di Aceh. Yang saya tahu di Tangse dan Lampahan (Gayo).
Biasanya tempat yang ada ikan ini adalah daerah dingin dan bergunung-gunung, daging yang enak lain adalah daging ileh alias ‘ilis’. Ilis bahasa Negara kita, belut. Belut sungai tawar kadang ukurannya super. Sebesar pohon kelapa. Rasanya juga sangat enak dan bisa meningkatkan keperkasaan pria, katanya.
Sayang sungguh sayang amat disayangkan seribu sayang Tangse kurang diperhatikan. Kalau tidak ada banjir, mungkin tidak ada perbaikan jalan dan jembatan. Jalan yang kecil membuat Tangse agak rawan kecelakaan.
Objek wisata di sana masih sangat alami. Tidak ada sama sekali perhatian pemerintah untuk membuat tempat duduk dan kamar ganti baju setelah mandi. Yang kita khawatirkan bukan itu, hutan Tangse tak ada yang peduli. Setiap pekannya selalu ada manusia manusia yang tidak bertanggung jawab membawa turun kayu gelondongan (temannya gelandangan?).
Masjid unik di pinggir jalan nasional Kawasan Alue Calong. FOTO: Makmur Dimila |
Pohon-pohon yang mestinya dirawat, dijaga untuk pasokan oksigen semesta, ditebang membabi-buta (kasihan ya? Sudah babi buta lagi) sehingga banyak kita lihat gunung yang gundul. Kalau dibiarkan begini terus. Daerah wisata potensial Aceh ini bisa jadi daerah potensial bencana. Saya Mario Mandzukic, mohon pamit undur dari indra baca anda, selamat berwisata ke Tangse dan jangan lupa shalat ke mana saja Anda bertamasya.[]
Writer: Riazul Iqbal Pauleta