Kehadiran Tim Tim Koffie di Banda Aceh telah penuhi hasrat saya bekerja fleksibel di sebuah “workinghouse”. Cukup membantu saya terbiasa bekerja di warung kopi—fenomena yang mungkin mustahil di luar Aceh.
Profesi saya saat ini freelance writer (penulis lepas). Saya butuh semacam tempat yang layak dijadikan workinghouse, yaitu kantor portabel ala pekerja freelance di Chile, Amerika Latin. Di satu kantor itu, para profesional menyewa meja kerja lengkap dengan fasilitasnya, per jam.
Di Banda Aceh—Indonesia umumnya—memang tidak (belum) ada workinghouse.
Namun ada beberapa warung kopi robusta muncul menyerupai konsep itu—tanpa fasilitas perkantoran, yang kemudian menjadi sekretariat bersama bagi para profesional seperti wartawan, grafis desainer, event organizer, dan blogger.
Sebagai penikmat, saya akan pilih kedai kopi dengan lima ketentuan berikut: kopinya enak, bersih tempatnya, pelayanan yang prima, suasana nyaman, dan tidak bising.
Tim Tim Koffie yang matching dengan jiwa freelancer itu saya temukan setelah satu sampai tiga kali ngopi di sana. Lantunan lagu-lagu Western dan Arabic terbaru—semisal album Salam Harris J—cukup memicu kreativitas.
Kopi dari Timor Leste
Pertama kali mendengar Tim Tim Koffie dari seorang teman ngopi, saya teringat pada negara Timor Timur (East Timor). Apakah di sini menjual kopi khas negara yang dulunya bagian dari Indonesia itu?
Antara ya dan tidak.
Brosur menu Tim Tim Koffie menjawab ke-kepo-an saya.
Bubuk kopi gayo arabika Tim Tim Koffie merupakan hasil olahan dari perkebunan kopi unggulan di Kampung Jurumundi, Blang Gele, Kabupaten Aceh Tengah. Jurumundi berada pada ketinggian 1.500 meter di atas permukaan laut.
Nama Tim Tim sendiri berasal dari kata Timor Timur (kini Timor Leste) bekas provinsi di Indonesia. Varietas kopi ini kemudian dibawa ke Aceh, Jurumundi menjadi tempat pembukaan lahan kopi pertama kali di Aceh oleh Belanda tahun 1918.
Kopi Tim Tim tumbuh subur di Tanah Gayo dengan keunggulan citarasa dan kualitasnya. Sekarang, varietas ini sudah dipatenkan namanya menjadi varietas Gayo 1 atau G1.
Diskon Hari Jumat & Senin
“Kalau ngopi di hari Jumat, kita bisa pesan sepuas hati dan bayar seikhlasnya.”
Kalimat pertama yang dilontarkan teman saya tentang Tim Tim Koffie. Langsung saja, ajakan pertama itu sekaligus menjadi pengalaman pertama saya ngopi di sini.
Sekali duduk kami berhasil habiskan minimal dua cangkir berbagai varian menu kopi gayo arabika. Saat hendak pulang, kasir mecetak bill dan menunjukkan, total biaya minum kopi kami (misalnya) sebanyak Rp 67 ribu.
“Kami bayar Rp 50 ribu, ya?” aju kawan saya.
Kasir terima dengan senang hati. Kamipun.
Managemen Tim Tim Koffie memberlakukan Layanan Baru Tanpa Syarat: Minum Sepuas Hati, Bayar Ikut Rasa Hati semenjak akhir Juli 2015.
Disusul pada awal November, minuman favoritnya, Sanger, diberikan diskon 50 % khusus hari Senin. #YangBekerjaDiKantorAyoBolosKemari #Plak!
Dua diskon itu masih berlaku hingga hari ini. “Belum tahu akan berlaku sampai kapan,” kata Saddam Akbar, barista Tim Tim Koffie, suatu hari di akhir Desember 2015.
Bagi saya, lengkap sudah dua hari paling recomended untuk ngopi gayo bareng teman sepuas hati di Banda Aceh.
Di selain dua hari itu, saya akan datangi Tim Tim Koffie untuk bekerja. Jika workinghouse sebenarnya akan bayar per jam, saya bisa menggantikannya dengan pesan lebih dari satu menu kopi. #PleaseJanganUsir
Rasa Tetap Berkualitas
Cita rasa kopi Tim Tim Koffie yang menggunakan kopi Grade 1 ini tidak boleh dianggap sepele. Di tangan barista berpengalaman, kopi diracik dengan mesin espresso Expobar. Barista cekatan menyeduh ragam menu kopi untuk para pelanggan.
Ingin mengetes “kejantanan”, suatu hari saya minta dibuatkan Kopi Laki-nya Tim Tim Koffie, yaitu Specialty Gayo Arabica Peaberry yang Espresso. Dalam bahasa Gayo, Kopi Laki disebut Kopi Lanang. Lazimnya saya minum Espresso biasa, jadinya saya terbiasa konsumsi Kopi Perempuan? #SayaLakiOm
Aroma Peaberry begitu kuat, saat bijinya dikeluarkan dari kantong untuk diisi dalam mesin grinder—penggiling.
Bubuk yang sudah dihaluskan itu kemudian dimasukkan dalam Expobar. Hanya hitungan menit, barista sodori saya Peaberry Espresso dalam gelas bening kecil.
Saya tertantang untuk menyesapnya tanpa ditambahi gula aren. Keras dan pahit. Sejenak kemudian pusing kepala Barbie saya. Tapi saya bersikeras tak ingin diasupi gula. Efeknya kemudian bikin saya melek hingga jam 2 dini hari.
Selain Peaberry Espresso, kamu bisa pula mencoba yang lebih keras, yaitu sederet menu untuk Specialty Gayo Luwak Koffie semacam Luwak White Koffie, Double Espresso, Double Americano, dan Double Black Coffee.
Sementara untuk santai bareng teman-teman, Sanger, Cappuccino, Cafe Latte, Coffee Mocha, White Coffee, Avocado Coffee, dan Black Coffee bisa menjadi pilihan yang tepat. Di samping sehidang kue berupa roti isi, roti kering, dan kacang tojin.
Suasana yang Cozy
Kuning tua menutupi pilar depan kedai Tim Tim Koffie. Warung dengan konsep toko dua muka. Lemari kaca berisi bubuk kopi kemasan mengapit dua pintu masuk di setiap mukanya.
Desain interior langsung mengena di mata. Foto-foto bertema Dataran Tinggi Gayo dalam bingkai hitam dipajang berjejer di kedua sisi dinding merah hati.
Meja barista berlapis kayu di bagian dalam kiri menanti pesanan. Terdapat dua kursi bar untuk pelanggan nikmati kopi langsung di meja barista. Motif segitiga dengan ornamen bunga tampil indah di dinding yang membatasi ruangan barista.
Sementara di kanan ada satu TV LED bagi yang ingin tahu kabar-kabar terbaru. Seringnya kedai ini betah dengan tayangan National Geographic Channel—tontonan menarik saya kalau sedang butuh inspirasi.
Di bawah tivi, menggayut cermin lebar. #BisaMakeUp
Ruangannya mampu menampung kapasitas maksimala 44 orang. Angin menghembus dari baling-baling kipas di plafon beton. Lampu-lampu besar bersampul menggantung, menghasilkan sedikit aura vintage, cukup nyaman memandang apa saja.
Saya yang biasanya duduk 2-4 jam di sini untuk bikin tugas—tulisan, cukup terbantu dalam riset online dan update blog, dengan adanya wifi berkecepatan 65 Mbps.
Kasirnya ramah dan eye-catching. Kadang-kadang suasana menjadi lebih menarik ketika gadis-gadis berpakaian sopan nan rupawan datang, duduk di satu meja bikin tugas bersama. #Curi-curiPandangEuy
Ada musalla di lantai dua bagi yang ingin menunaikan ibadah. Ambil wuduk juga di sana. Bisa menampung sampai 15 orang.
Selain minum di situ, bisa pula take away. Ya, pesan kopi kemudian dikemas dengan kap, lalu bebas bawah kemana saja.
Butuh bawa banyak untuk diseduh sendiri di rumah atau sebagai oleh-oleh, Tim Tim Koffie sediakan bubuk kemasan 200 gram. Tersusun rapi dalam rak kaca, Specialty Gayo Arabika dengan harga 50,000 IDR dan Gayo Arabica Luwak 275,000 IDR.
Bagaimana cara kesana?
Terletak di Jalan Syiah Kuala, Gampong Keuramat. Dari Simpang Jambo Tape, ambil jalan menuju Objek Wisata Makam Syiah Kuala.
Jalan terus sampai menjumpai Simpang Empat Syiah Kuala, lalu lurus saja hingga 100 meter ke depan, tampaklah kedai Tim Tim Koffie setelah Warung Nenek. Dengan neon box besar menjulang di depan, menonojolkan logo berwarna merah-hitam-putih.
Dari parkiran kedai ini di bibir jalan raya Syiah Kuala, saya dapat melihat Mi Ayah beberapa meter di sebelah kanan jalan—gerai mi aceh populer. Tapi saya hanya ingin ngopi gayo.
“Layanan baru tanpa syarat: minum sepuas hati, bayar ikut rasa hati.”
Ungkapan pada spanduk yang membentang di depan kedai ini akan sambut kedatanganmu. Ia buka mulai jam 9 pagi sampai jam 12 malam. Pada Jumat, tutup sebentar dari jam 12 siang dan buka lagi 2 jam kemudian. Minggu libur. (Kalau pun sudah terlanjur ke sana di hari Minggu, ada Mie Daus di Jln Panglima Polem yang patut dicoba). [Adv]
Masih tidak tahu alamatnya? Banyak jalan menuju Roma Tim Tim Koffie, kok. Buka GPS, buka Google Maps, tanya Abang Becak, atau serius hubungi saja kontak berikut:
CP: 0823 1722 8588
Facebook: Tim Tim Koffie
Email: [email protected]
Jep kupi bek pungo!
Writer: Makmur Dimila
Berjalanlah… dan ceritakan pengalamanmu 🙂