Cerita ini hanyalah sebuah pengalaman, bukan pengaduan.
Saya bersama tujuh penumpang, pilot dan co-pilot asing, lepas landas dari Bandara Lasikin, Simeulue, pada siang tadi yang mendung. Ada enam hal tak biasa saya alami saat terbang perdana Susi Air, maskapai milik Menteri Kelautan dan Perikanan RI ini.
- Ketinggalan Pesawat, Hampir
Dari penginapan di Teupah Selatan, saya diantar lima menit sebelum batas akhir waktu check in. Sepeda motor melaju hati-hati di jalan desa, hingga tiba di Bandara Lasikin 15 menit kemudian.
“Seharusnya tidak boleh lagi check in,” kata petugas.
Saya membujuk. Bahwa saya berangkat dari desa yang jauh dari bandara. Akhirnya dibolehkan.
- Berat Badan Bertambah!
Satu tas saya bagasikan. Lalu ditimbang.
“Badan Abang ditimbang juga ya,” perintah seorang petugas.
Ah, masa sih?
“Iya, benar, harus timbang.”
Bodoh deh saya. Maklum baru pertama naik pesawat kecil. Berat saya 53 kg. Saya jadi tahu, bobot saya bertambah 3 kg semenjak seminggu tinggal di Simeulue. Coba kalau berbulan-bulan, bisa gendut.
- Simulasi Keselamatan di Luar Pesawat
Seorang petugas laki-laki, berdiri di depan pintu tangga pesawat, memeragakan cara memakai pelampung keselamatan layaknya pramugara. Peragaan yang biasanya dilakukan pramugari di dalam pesawat besar. Saya tersenyum.
Itu hal wajar, karena dia pasti tidak bisa berdiri di dalam badan Susi Air yang pendek.
- Melihat Aktivitas Pilot
Saya bisa melihat pilot dan asistennya memainkan beragam tombol untuk menerbangkan pesawat. Dua pria berambut pirang itu bahkan berbicara dalam Bahasa dengan kami, untuk menyatakan pesawat akan take off atau landing. Tidak ada pramugari. Sementara snack disediakan kepada penumpang oleh petugas bandara sebelum lepas landas, masing-masing satu kotak.
Kadang-kadang di atas awan yang seperti gumpalan es di kulkas, kedua pilot itu sempat-sempatnya bercengkerama; tertawa. Sesekali menoleh ke penumpang dan memberikan jempol ‘ok’.
- Memotret dari Udara
Penerbangan dari Bandara Lasikin, Sinabang (Simeulue) ke Bandara Kuala Batu, Blangpidie (Aceh Barat Daya), saya duduk di saf kedua setelah pilot, sebelah kanan. Untungnya, saya dapat menatap permukaan Pulau Simeulue yang hijau dikelilingi Samudera Hindia yang biru kolam. Saya memotret dengan smartphone, dari kaca jendela.
Tampak pulau kecil yang menawan—Pulau Gosong—begitu akan landing di Bandara Kuala Batu, untuk transit.
Saat terbang menuju Bandara Sultan Iskandar Muda, Aceh Besar, saya bisa melihat ke bawah dengan leluasa. Sebab, saya duduk di seat pertama setelah pilot, saf kiri. Semakin mudah untuk saya motret, tanpa terhalang ‘sayap Bu Susi’.
Lahan sawit berpetak-petak rapi dan gumpalan awan yang berjejer. Suatu kali, saya balik badan untuk dokumentasikan penumpang yang duduk di belakang saya.
- Cepat dan Nyaman
Dari Simeulue ke Blangpidie, penerbangan hanya butuh waktu 45 menit. Sementara dari Blangpidie ke Banda Aceh, satu jam tepat. Saya nyaman duduk dalam tubuh pesawat ini, yang hanya 10 seat penumpang. Serasa duduk dalam mini bus di darat.
Kemudian, saya hanya butuh waktu 105 menit untuk sampai di Banda Aceh dari Simeulue. Jauh sekali perbedaannya dengan perjalanan dari Banda Aceh ke Simeulue seminggu sebelumnya: saya menghabiskan waktu 8 jam perjalanan darat dari Kota Banda Aceh ke Aceh Selatan; lalu menyeberang dari Pelabuhan Labuhan Haji ke Sinabang dengan kapal feri cepat selama 3 jam 30 menit.
Saat pergi, saya habiskan biaya total Rp 300 ribu untuk tiket saja (Rp 150 ribu x 2 armada transportasi berbeda). Pulang, total saya rogoh kocek Rp 468.400 (Rp 231.700 dari Simeulue + Rp 236.700 dari Blangpidie), sudah include pajak bandara dan bagasi.
Perbedaannya, cuma harga! Lihat itinerary penerbangan Susi Air berikut untuk lebih lengkapnya. So, giliran Anda membuat pengalaman menarik.
Writer : Makmur Dimila
Note, 21 April 2015, Bandara SIM
Berjalanlah… dan ceritakan pengalamanmu 🙂
One thought on “6 Hal Tak Biasa ketika Naik Susi Air”